Wednesday, April 17, 2019

PERJUANGAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN


PERJUANGAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN


Masa Kemerdekaan dan Perjuangan untuk Mempertahankan Kemerdekaan  dimulai dari tahun 1945-1949, diwarnai dengan pengisian perlengkapan sebagai negara merdeka dan perjuangan bersenjata serta berbagai diplomasi antara bangsa Indonesia dengan pihak Belanda. Diplomasi itu direalisasikan dalam perjanjianperjanjian.

1. Masa Indonesia Merdeka

            Sehari setelah proklamasi, 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang pertama. Sidang tersebut berhasil mengesahkan UUD serta menunjuk Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Dalam sidang berikutnya berhasil dibentuk berbagai kementrian dan pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan (8) provinsi. Selanjutnya dibentuk juga Komite Nasional, Partai Nasional dan Badan Keamanan Rakyat. Sedikit demi sedikit aparat pemerintahan semakin lengkap. Sehingga roda pemerintahan pun mulai berjalan.

2. Perundingan Indonesia - Belanda

 Pada pertengahan September 1945 rombongan pertama pasukan Sekutu mulai mendarat. Mereka merupakan bagian dari South East Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Mountbatten. Untuk Indonesia SEAC membentuk Allieu Force Netherlands East Indies (AFNEI) yang terdiri atas pasukan Inggris yang mendarat di Jawa dan Sumatera serta pasukan Australia yang mendarat di luar Jawa dan Sumatra. Pasukan ini bertugas melucuti dan memulangkan tentara Jepang serta membebaskan tawanan perang. Kedatangan tentara Inggris itu diboncengi oleh NICA (Belanda).

 Keadaan ini sudah diduga oleh para pemimpin Indonesia. Itulah sebabnya pemerintah RI pada tanggal 5 Oktober 1945 memutuskan untuk membentuk suatu tentara dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selain itu pemerintah mengeluarkan maklumat bahwa RI akan menanggung semua hutang-hutang Nederland Indies. Dengan maklumat ini pemerintah ingin menunjukkan pada dunia luar bahwa RI bukanlah negara yang masih tunduk pada Jepang, tetapi RI mengakui tata cara negara-negara demokrasi barat. Sebagai realisasi dari maklumat ini maka didirikan sejumlah partai dan dibentuk satu kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Syahrir. Tugas kabinet ini adalah menjalankan perundingan-perundingan dengan pihak Belanda, sebagai berikut :

a. Perundingan di Linggarjati pada tahun 1946

Dalam perundingan Indonesia mengusulkan bahwa pada dasarnya RI adalah negara yang berdaulat penuh atas bekas wilayah Nederland Indie. Karena itu Belanda harus menarik mundur tentaranya dari Indonesia. Mengenai modal asing pemerintah Republik Indonesia tetap akan menjamin. Keinginan Belanda lewat tentara Sekutu dinyatakan oleh Van Mook pada ntanggal 19 Januari 1946. Kehadirannya adalah bermaksud menciptakan negara persemakmuran (commenwealth). Anggotanya adalah kerajaan Belanda, Suriname, Curocao dan Indonesia. Urusan ke luar commenwealthn tu dipegang oleh kerajaan Belanda sedangkan urusan ke dalam dipegang oleh masing-masing negara.

Perundingan yang dilakukan di Linggarjati dikeluarkan hasilnya pada tanggal 15 November 1946. Belanda dan Republik Indonesia Serikat berada dalam suatu Uni Indonesia-Belanda. Persetujuan gencatan senjata juga ditandatangani oleh pihak militer tanggal 12 Februari 1947. Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda tiba-tiba melancarkan Agresi militer I dan berhasil menerobos pertahanan RI. Tentara Republik Indonesia bertahan

dengan melancarkan perang gerilya. 


b. Perundingan Renville pada tahun 1947

Amerika Serikat kemudian mengusulkan pada Dewan Keamanan untuk membentuk suatu komisi yang mengawasi pelaksanaan gencatan senjata. Komisi yang terdiri atas Dr. Frank Graham (AS), Richard Kirby (Australia) dan Paul Vanzeelant (Belgia), di Indonesia dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi yang mulai bekerja pada bulan Oktober 1947 itu membuka kembali perundingan-perundingan politik antara Indonesia dan

Belanda. Perundingan dilakukan di atas kapal USS Renville pada tanggal 8 Desember 1947. Pihak Indonesia dalam perundingan ini dipimpin oleh Amir Syarifuddin.  Hasil perundingan ini KTN berpendapat bahwa perjanjian Linggarjati harus dijadikan landasan perundingan politik. Pihak Belanda menanggapi usul KTN dengan usul 12 prinsip politik yang pada dasarnya tidak menginginkan adanya Republik Indonesia.

Pihak RI bahkan hanya berhasil mengatasi keadaan dengan mengajukan 6 prinsip politik tambahan. Utusan RI menerima usul ini, karena ketentuannya adalah diadakan plebisit di Indonesia untuk menentukan apakah daerah-daerah bersedia atau tidak bergabung dengan RI. Pihak Belanda pun menerima. Sementara itu muncul masalah-masalah di dalam negeri, khususnya intimidasi dari Belanda, yaitu pembentukan negara-negara boneka. 


c. Perundingan Renville pada tahun 1949

Pada bulan April 1959 perundingan dimulai antara delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem dan Dr. J. H. Van Royen dari pihak Belanda. Pertemuan di Hotel Des Indes (kini Duta Merlin) itu diawasi dan dipimpin Marle Cochran, wakil dari Amerika Serikat dalam komisi PBB   (UNCI : United Nations Commision of Indonesia). Dalam perundingan ini pihak Indonesia menuntut agar Presiden dan Wakil Presiden dikembalikan ke Yogyakarta dan agar Belanda mengakui RI. Perundingan berjalan sangat lamban, sehingga Drs. Hatta didatangkan dari Bangka untuk langsung berunding dengan Dr. Van Royen. Dengan demikian pada bulan Mei 1949 dicapai persetujuan Roem-Royen dan pemerintah Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, setelah cara-cara pengosongan Yogyakarta oleh tentara Belanda disepakati.



d. Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949

Konferensi Meja Bundar dimulai di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949 dan berakhir pada tanggal 2 November 1949. Hasilnya direalisasikan oleh KNIP pada tanggal 14 Desember 1949. Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan Pemilihan Presiden RIS dan pada keesokan harinya Soekarno disahkan sebagai Presiden RIS. Pada tanggal 20 Desember 1949 kabinet RIS dibentuk dan dipimpin Drs. Mohammad Hatta, kemudian pada tanggal 23 Desember 1949 pimpinan kabinet RIS bertolak ke Den Haag untuk menandatangani pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949.



3. Kembali ke Negara Kesatuan

Negara Republik Indonesia Serikat adalah negara yang terdiri atas negara-  negara bagian. Negara RIS ini terbentuk sebagai tidak lanjut dari hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 2 November 1949 di Den Haag. RIS terdiri atas 16 negara bagian, yaitu: Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Jawa Tengah, Negara Sumatera Selatan, Negara Sumatera Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Bangka Belitung dan Riau.

            Ir. Soekarno diangkat sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai perdana menteri. Kabinet pun dibentuk dengan anggota-anggota antara lain Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Wilopo, Prof. Dr. Supomo, dr. Leimena, Arnold Monomutu, Ir. Hertinglaoh, Sultan Hamid II dan Ide Anak Agung Gde Agung. Kabinet ini merupakan Zaken Kabinet (yang mengutamakan keahlian dari anggota-anggotanya). Ternyata sebagian besar dari anggota kabinet ini adalah pendukung unitarisme (kesatuan). Karena itu tidak beberapa lama setelah RIS berdiri, gerakan-gerakan untuk membubarkan negara federal dan membentuk negara kesatuan telah ada. Setelah ditandatanganinya Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS dan pemerintah RI tanggal 19 Mei 1950, pembentukan Negara Kesatuan direalisasi. Kemudian dibentuk Panitia Gabungan RIS – RI yang bertugas merancang UUD Negara Kesatuan yang diselesaikan pada 20 Juli 1950. Rancangan UUD ini ditandatangani oleh Presiden Soekarno 15 Agustus 1950 yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar Sementara RI 1950 (UUDS 1950).


MASA PENDUDUKAN JEPANG SAMPAI INDONESIA MERDEKA



Masa Pendudukan Jepang berlangsung dari tahun 1942-1945, diwarnai dengan perubahan-perubahan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. perubahan-perubahan itu terlihat nyata dalam bidang politik, ekonomi dan sosial. Pada masa pendudukkan Jepang ini, dibentuk Badan Penyelidik Usahausaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang sangat penting artinya bagi perjuangan bangsa Indonesia khususnya untuk mewujudkan kemerdekaan. Para tokoh pergerakan yang sebelumnya aktif dalam masa awal dan masa radikal melanjutkan berkiprah menuangkan gagasan-gagasannya untuk perbaikan nasib bangsanya dan kemudian berhasil memproklamasikan kemerdekaan lepas dari pengaruh Jepang.  Dengan masuknya Jepang tidak berarti Pergerakan Nasional Indonesia akan berhenti. Gerakan Petisi seperti Wibowo dan Soetarjo yang muncul pada tahun 1936-an tetap menjadi landasan perjuangan kaum pergerakan di masa Jepang. Tujuan pergerakan ini adalah memberikan pemahaman agar pemerintah militer Jepang dapat lebih memahami rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya. Cita-cita perjuangan telah tertanam pada kaum pergerakan. Oleh sebab itu Pemerintah Militer Jepang tidak dapat menghindari terbentuknya organisasi organisasi seperti PUSAT TENAGA RAKYAT (PUTERA), Pemuda Menteng, Perhimpunan Kebangkitan Rakyat dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini pada hakekatnya dimotori oleh tokoh-tokoh seperti Ir. Soekarno. Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansur, Chairul Saleh dan lain-lain. 

 Munculnya tokoh-tokoh pergerakan Nasional adalah konsekuensi dari usaha untuk mensukseskan perang Asia Timur Raya. Itulah sebabnya tokoh pergerakan seperti Hatta, Syahrir, Soekarno segera dibebaskan dari tahanan. Soekarno dan Hatta kemudian bersama-sama membentuk organisasi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Ternyata kegiatan PUTERA semakin membahayakan kedudukan Jepang, karena itu organisasi ini dibubarkan dan kemudian diganti dengan Perhimpunan Kebangkitan Rakyat (Jawa Hokokai).

Selanjutnya baik di desa-desa maupun di kota juga dibentuk organisasi-organisasi pemuda seperti SEINENDAN dan KEIBODAN. Kedua organisasi ini dimaksudkan untuk membantu perang Jepang melawan Tentara Sekutu. Gencarnya pergerakan politik pada awal pendudukan Jepang membuat pemerintah Jepang melarang semua kegiatan politik. Pada tanggal 21 Maret 1942 dikeluarkan surat keputusan untuk membubarkan semua organisasi yang bergerak di bidang politik. Jepang hanya mengijinkan organisasi sosial seperti olah raga dan kesenian. Organisasi politik dimungkinkan bila merupakan gerakan bersama untuk kepentingan bangsa Asia seperti Gerakan 3 A. Melalui Gerakan 3 A Jepang memperkenalkan diri sebagai pembela Asia terhadap kekejaman Imperialisme Barat. Gerakan ini bersemboyan Nippon  pelindung Asia, Nippon cahaya Asia dan Nippon pemimpin Asia. Gerakan ini tidak memperoleh simpati dari kaum pergerakan.  Menjelang akhir tahun 1944 Jepang mendapat kekalahan dalam perang Pasifik. Akibatnya Kabinet Tojo jatuh dan digantikan oleh Kabinet Jenderal Koiso. Dalam kebijakannya kabinet Jenderal Koiso mengumumkan apa yang dikenal dengan janji kemerdekaan Indonesia di kelak kemudian hari. Berbagai daerah pangkalan tentara Jepang dikuasai oleh Tentara Sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat. Di antaranya adalah daerah Balikpapan. Pada bulan Maret 1945 Panglima Tentara di Jakarta mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidik UsahaUsaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( Dokuritsu Jumbi Cosakai).

Badan baru ini bermaksud menyelidiki masalah tata pemerintahan, ekonomi, politik dalam rangka pembentukan negara merdeka. Upacara peresmian dilakukan pada tanggal 28 Mei 1945 di Pejambon yang dihadiri oleh pejabat-pejabat tinggi Jepang dan diikuti penaikan Bendera Merah Putih. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Widiodininggrat.   Dalam sidangnya pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 badan ini telah melahirkan konsep dasar-dasar negara. Badan penyelidik ini kemudian dibubarkan dan dibentuk badan baru Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Meskipun kekalahan Jepang sangat dirahasiakan, tetapi berkat kecepatan para pemuda, berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu, sampai juga pada pemimpin-pemimpin Indonesia. Golongan muda mendesak agar proklamasi segera dilaksanakan keesokan harinya tanggal 16 Agustus 1945, sedang golongan tua masih menekankan perlunya rapat dengan PPKI terlebih dahulu.

Melalui berbagai peristiwa akhirnya rencana proklamasi dan penyusunan naskah proklamasi disepakati golongan pemuda dan Bung Karno serta Bung Hatta.  Pada pukul 10.00 tanggal 17 Agustus 1945 di halaman rumah kediaman Bung Karno Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi) naskah proklamasi tersebut diumumkan oleh Soekarno - Hatta dihadiri pemimpin-pemimpin bangsa dan berbagai kalangan pemuda. Sejak itulah Indonesia memasuki alam kemerdekaan.

PERGERAKAN NASIONAL MASA AWAL, MASA RADIKAL DAN MASA BERTAHAN


A. Masa Awal

Masa Pergerakan Nasional ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi modern antara lain Budi Utomo (BU), Sarekat Islam (SI), dan Indische Partij (IP) dalam memperjuangkan perbaikan nasib bangsa. Kaum terpelajar melalui organisasi-organisasi memotori munculnya pergerakan nasional Indonesia. Pada saat itulah bangsa-bangsa di Nusantara mulai sadar akan rasa “sebagai satu bangsa” yaitu bangsa Indonesia. Kata “Pergerakan Nasional“ mengandung suatu pengertian yaitu merupakan perjuangan yang dilakukan oleh organisasi secara modern ke arah perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia yang disebabkan karena rasa tidak puas terhadap keadaan masyarakat yang ada. Gerakan yang mereka lakukan memang tidak hanya terbatas untuk memperbaiki derajat bangsa tetapi juga meliputi gerakan di berbagai bidang pendidikan, kebudayaan, keagamaan, wanita dan pemuda.

Istilah Nasional berarti bahwa pergerakan-pergerakan tersebut mempunyai cita-cita nasional yaitu berkeinginan mencapai kemerdekaan bagi bangsanya yang masih terjajah.  Gagasan  pertama  pembentukan  Budi  Utomo  berasal  dari  dr.Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa dari Surakarta. Pada tahun 1908,dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo pelajar Stovia. Dokter Wahidin mengemukakan gagasannya pada pelajar-pelajar Stovia dan para pelajar tersebut menyambutnya dengan baik. Sehubungan dengan itu pada tanggal 20

Mei 1908 diadakan rapat di satu kelas di Stovia. Rapat tersebut berhasil membentuk sebuah organisasi bernama Budi Utomo dengan Sutomo ditunjuksebagai ketuanya.  Pada tahun 1909 R.M. Tirtoadisuryo mendirikan perseroan dalam bentuk koperasi bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perseroan dagang ini bertujuan untuk menghilangkan monopoli pedagang Cina yang menjual bahan dan obat untuk membatik. Sekitar akhir bulan Agustus 1912, Serikat Dagang Islam diganti menjadi Serikat Islam (SI). Dalam kongres Serikat Islam di Madiun pada tahun 1923 nama Serikat Islam diganti menjadi Partai Serikat Islam. Partai ini bersifat nonkooperasi yaitu tidak mau bekerjasama dengan pemerintah tetapi menginginkan perlu adanya wakil dalam Dewan Rakyat. Organisasi yang sejak berdirinya sudah bersikap radikal adalah Indische Partij. Organisasi ini dibentuk pada tahun 1912 di kalangan orang-orang Indo di Indonesia dipimpin oleh E.F.E. Douwes Dekker. Cita-citanya adalah agar orang-orang yang menetap di Hindia Belanda (Indonesia) dapat duduk dalam pemerintahan. Adapun semboyannya adalah Indie Voor de Indier (Hindia bagi orang-orang yang berdiam di Hindia).

Dibandingkan dengan Budi Utomo, Indische Partij telah mencakup sukusuku bangsa lain di nusantara.Masa akhir Indische Partij terjadi ketika Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo ditangkap dan diminta untuk memilih daerah pembuangan. Akhirnya ke dua tokoh tersebut meminta dibuang ke negeri Belanda. Demikian juga Douwes Dekker dibuang ke Belanda dari tahun 1913 sampai dengan 1918.


Masa Radikal

Masa radikal, diartikan sebagai suatu masa yang memunculkan organisasi-organisasi politik yang kemudian dinamakan “partai”. Pada umumnya organisasi-organisasi ini tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda dalam mewujudkan cita-cita organisasinya. Mereka dengan tegas menyebutkan tujuannya untuk mencapai Indonesia Merdeka. 

Pada tahun 1908 di negeri Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama Indische Vereeniging. Organisasi ini didirikan oleh pelajar-pelajar dari Indonesia. Pada mulanya hanya bersifat sosial yaitu untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama para pelajar tersebut. Organisasi ini juga menginginkan adanya hak bagi bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Sehubungan dengan itu Indische Vereeniging berganti nama menjadi indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) dan bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Sejalan dengan itu majalah Perhimpunan Indonesia (PI) yang semula bernama “Hindia Putra” juga berganti nama menjadi “Indonesia Merdeka”. Para anggota PI berusaha mengadakan propaganda kemerdekaan Indenesia.   PNI berkeyakinan bahwa untuk membangun nasionalisme ada tiga syarat yang harus ditanamkan kepada rakyat yaitu jiwa nasional (nationaale geest), tekad nasional (nationaale wil), dan tindakan nasional (nationaale daad).  Nasionalisme juga berkembang di kalangan pemuda. Para pemuda yang telah mendirikan berbagai organisasi pemuda juga merasa perlu untuk menggalang persatuan. Semangat persatuan ini diwujudkan dalam kongres pemuda pertama di Jakarta pada bulan Mei 1926.

PPI mempelopori penyelenggaraan Kongres Pemuda II. Dalam Kongres Pemuda II yang diselenggrakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 berbagai organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun, Pasundan, Jong Selebes, Pemuda Kaum Betawi. Kongres ini berusaha mempertegas kembali makna persatuan dan berhasil mencapai suatu kesepakatan yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yaitu:

Pertama, kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.

Kedua, Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

Ketiga, Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.

Masa Bertahan            
Masa bertahan, pada tahap ini kaum pergerakan berusaha mencari jalan baru untuk melanjutkan perjuangan. Mereka menggunakan taktik baru, yaitu dengan bekerja sama dengan pemerintah melalui parlemen. Partai politik mengirimkan wakil-wakilnya dalam Dewan Rakyat. Mereka mengambil jalan kooperatif, tetapi sifatnya sementara (insidentil). Artinya kalau terjadi ketidakcocokan dengan politik pemerintah, mereka dapat keluar dari Dewan Rakyat.
Partai-partai politik yang melakukan taktik kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda adalah Persatuan Bangsa Indonesia dan Partai Indonesia Raya. Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) mendirikan bank, koperasi serta perkumpulan tani dan nelayan. Pemakarsanya adalah Dokter Sutomo, seorang pendiri Budi Utomo. Pada tahun 1935 terjadi penyatuan antara Budi Utomo dan PBI. Dalam sebuah partai yang disebut Partai Indonesia Raya (Parindra), Ketuanya adalah Dokter Sutomo. Organisasi-organisasi lain yang ikut bergabung dalam Parindra adalah: Serikat Sumatera, Serikat Celebes, Serikat Ambon, Kaum Betawi, dan Tirtayasa. Dalam kongresnya tahun 1937, Wuryaningrat terpilih sebagai ketua dibantu oleh Mohammad Husni Thamrin, Sukarjo Wiryapranoto, Panji Suroso, dan Susanto Tirtoprojo. Kerjasama antar anggota cabang-cabangnya menjadikan Parindra sebagai partai politik terkuat menjelang runtuhnya Hindia Belanda.  Di samping Parindra juga muncul organisasi lain seperti Partindo.
Namun karena desakan pemerintah akhirnya partai itu bubar pada tahun 1936. Para pemimpinnya meneruskan perjuangan dengan mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937. Tokoh-tokoh yang duduk dalam Gerindo ialah Mr. Sartono, Mr. Mohammad Yamin, dan Mr. Amir Syarifuddin.   Pada masa pemerintah Gubernur Jenderal Limburg Stirum (1916-1921) dibentuk Volksraad atau Dewan Rakyat, yaitu pada tanggal 18 Mei 1918. Anggota dewan dipilih dan diangkat dari golongan orang Belanda, Indonesia, dan bangsa-bangsa lain. Tujuan pembentukan Dewan Rakyat adalah agar wakil-wakil rakyat Indonesia dapat berperan serta dalam pemerintahan. 
Golongan kooperatif berupaya semaksimal mungkin untuk memanfaatkan Dewan Rakyat. Pada tahun 1930 Mohammad Husni Thamrin, anggota Dewan Rakyat, membentuk Fraksi Nasional guna memperkuat barisan dan persatuan nasional. Mereka menuntut perubahan ketatanegaraan dan penghapusan diskriminasi di berbagai bidang. Mereka juga menuntut penghapusan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda tentang penangkapan dan pengasingan pemimpin perjuangan Indonesia serta pemberangusan pers.  Pada tanggal 15 Juli 1936 Sutarjo Kartohadikusumo, anggota dewan rakyat, menyampaikan petisi agar Indonesia diberi pemerintahan sendiri (otonomi) secara berangsur-angsur dalam waktu sepuluh tahun. Tuntutan untuk  otonomi ini ditolak pemerintah, sebab hal ini memberi peluang yang mengancam runtuhnya bangunan kolonial. 
Kegagalan Petisi Sutarjo menjadi cambuk untuk meningkatkan perjuangan nasional. Pada bulan Mei 1939 Muh. Husni Thamrin membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang merupakan gabungan dari Parindra, Gerindo, PSII, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia. Pasundan, Kaum Betawi, dan Persatuan Minahasa. GAPI mengadakan aksi dan menuntut Indonesia Berparlemen yang disusun dan dipilih oleh rakyat Indonesia, Pemerintah harus bertanggung jawab kepada Parlemen. Jika tuntutan itu diterima pemerintah, GAPI akan mengajak rakyat untuk mengimbangi kemurahan hati pemerintah.
Pada tanggal 24 Desember 1939 dibentuk Kongres Rakyat Indonesia. Kegiatan ini antara lain menuntut pemerintah Belanda agar menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan dan bendera merah putih sebagai bendera Nasional. Pemerintah memberikan reaksi dingin. Perubahan ketatanegaraan akan diberikan setelah Perang Dunia II selesai. Pada 1 September 1939 pecah perang di Eropa yang kemudian berkembang menjadi Perang Dunia II. Tuntutan GAPI dijawab Pemerintah dengan pembentukan Komisi Visman pada bulan Maret 1941 yang bertugas menyelidiki keinginan golongan-golongan masyarakat Indonesia dan perubahan pemerintahan yang diinginkan.  Namun Komisi ini hanya menampung hasrat masyarakat Indonesia yang pro pemerintah dan masih menginginkan Indonesia tetapi dalam ikatan Kerajaan Belanda. Hasil penyelidikan komisi Visman tidak memuaskan. Sebelum hasil Komisi Visman diwujudkan, Jepang sudah tiba di Indonesia. Meskipun demikian pihak Indonesia telah sempat mengusulkan 3 hal, yaitu :
1. Pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri;
2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam sidang Dewan Rakyat;
3. Pergantian kata Inlander (pribumi) menjadi Indonesier.12
Untuk menguatkan perjuangan GAPI, KRI, diubah menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) dalam konferensi di Yogyakarta pada tanggal 14 September 1941. Di dalam MRI duduk wakil-wakil dari organisasi politik, organisasi Islam, federasi serikat sekerja, dan pegawai negeri. Walaupun terdapat perbedaan pendapat antara organisasi-organisasi yang tergabung dalam MRI, namun persatuan dan kesatuan kaum Nasionalis terus dipupuk sampai masuknya Tentara Militer Jepang.

Monday, April 8, 2019

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA



DIKTAT SEJARAH INDONESIA

KELAS X TINGKAT SMAKURIKULUM 2013 REVISI 2018

Disusun Oleh : Tomi Nugraha, S.Pd



KOMPETENSI DASAR :

3.8  Menganalisis karakteristik kehidupan Masyarakat pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan menunjukan bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan Masyarakat Indonesia masa kini

A. Perkembangan Islam di Indonesia Masa Kerajaan-Kerajaan

Islam dimulai di wilayah ini lewat kehadiran Individu-individu dari Arab, atau  dari penduduk asli sendiri yang telah memeluk Islam. Dengan usaha mereka. Islam tersebar sedikit demi sedikit dan secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran islam mulai dilakukan secara besar-besaran ketika dakwah telah memiliki orang-orang  yang khusus menyebarkan dakwah. Setelah fase itu kerajaan-kerajaan Islam mulai terbentuk di kepulauan ini. Diantara kerajaan-kerajaan terpenting adalah sebagai berikut:
1. Kerajaan Malaka (803-917 H/1400-1511M) 

Malaka  dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Sebutan ini diberikan mengingat peranannya sebagai jalan lalulintas bagi pedagang-pedagang asing yang berhak masuk dan keluar pelabuahan-pelabuhan Indonesia. Letak geografis Malaka sangat menguntungkan, yang menjadi jalan sialng anntara AsiaTimur dan asia Barat. Dengan letak geografis yang demikian membuat Malaka menjadi kerajaan yang berpengaruh atas daerahnya.Setelah Malaka menjadi kerajaan Islam, para pedagang, mubaligh, dan guru sufi dari negeri Timur Tengah dan India makin ramai mendatangi kota bandar Malaka. Dari bandar ini, Islam di bawa ke pattani dan tempat lainnya di semenanjung seperti Pahang, Johor dan perlak. 

Kerajaan Malaka menjalin hubungan baik dengan Jawa, mengingat bahwa Malaka memerlukan  bahan-bahan pangan dari Jawa. Di mana hal ini untuk memenuhi kebutuhan kerajaannya sendiri. Persediaan dalam bidang pangan dan rempah-rempah harus selalu cukup untuk melayani semua pedagang-pedagang. Begitu pula pedangan-pedagang Jawa juga membawa rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.

Selain dengan Jawa, Malaka juga menjalin hubungan dengan Pasai. Pedagang-pedangan Pasai membawa lada ke pasaran Malaka. Dengan kedatangan- pedagang Jawa dan Pasai, maka perdagangan di Malaka menjadi ramai dan lebih berarti bagi para pedagang Cina. Selain dalam bidang ekonomi, Malaka juga maju dalam bidang keagamaan. Banyak alim ulama datang dan ikut mengembangkan agama Islam di kota ini. Penguasa  Malaka dengan sendirinya sangat besar hati. Meskipun penguasa belum memeluk agama Islam namun pada abad ke-15 mereka telah mengizinkan agama Islam berkembang di Malaka. Penganut-penganut agama Islam diberi hak-hak istimewa bahkan penguasa membuatkan bangunan masjid.

Kesultanan Malaka mempunyai pengaruh di daerah Sumatera dan sekitarnya, dengan mempengaruhi daerah-daerah tersebut untuk masuk Islam seperti: Rokan Kampar, India Giri dan Siak. Dan kesultanan Malaka merupakan pusat perdagangan internasional antara Barat dan Timur, pelabuhan transit. Maka dengan didudukinya Kesultanan Malaka oleh Portugis tahun 1511, maka kerajaan di Nusantara menjadi tumbuh dan berkembang karena jalur Selat Malaka tidak digunakan lagi oleh pedagang Muslim sebab telah diduduki oleh Portugis.

Dengan demikian tidaklah akan dicapai kemajuan oleh kerajaan Malaka jika kerajaan itu tidak mempunyai peraturan-peraturan tertentu, yang memberi jaminan lumayan kepada keamanan perdagangan. Seperti contohnya aturan bea cukai, aturan tentang kesatuan ukuran, sistem pemakaian uang logam dan sebagainya. Di samping aturan yang diterapkan juga sistem pemerintahannya sangat baik dan teratur.
2. Kerajaan Aceh (920-1322 H/1514-1904 M)

Pada abad ke-16, Aceh mulai memegang peranan penting dibagin utara pulau Sumatra.39 Pengaruh Aceh ini meluas dari Barus di sebelah utara hingga sebelah selatan di daerah Indrapura. Indrapura sebelum di bawah pengaruh Aceh, yang tadinya merupakan daerah pengaruh Minangkabau. Yang menjadi pendiri kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim (1514-1528), ia berhasil melepaskan Aceh dari Pidie.

Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi bagian wiliyah Aceh dan pergantian agama diperkiraan terjadi mendekati pertengahan abad ke-14. Kerajaan Aceh yang letaknya di daerah yang sekarang dikenal dengan Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya. Aceh mengalami kemajuan ketika saudagar-saudagar  Muslim  yang sebelumnya dagang di Malaka kemudian memindahkan perdagangannya ke Aceh, ketika  Portugis menguasai Malaka tahun 1511. Ketika Malaka di kuasa Portugis tahun 1511, maka daerah pengaruhnya yang terdapat di Sumatera mulai melepaskan diri dari Malaka. Hal ini sangat menguntungkan kerajaan Aceh yang mulai berkembang. Di bawah kekuasaan Ibrahim, kerajaaan Aceh mulai melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah sekitarnya. Operasi-operasi militer diadakan tidak saja dengan tujuan agama dan politik, akan tetapi juga dengan tujuan ekonomi.

Kebesaran kerajaan Aceh ketika diperintah oleh Alauddin Riayat Syah. Kekuasaannya sampai ke wilayah Barus. Dua putra Alauddin Riayat Syah kemudian diangkat menjadi Sultan Aru dan sultan Parlaman dengan nama resmi Sultan Ghori dan Sultan Mughal. Dalam menjaga keutuhan kerajaan Aceh, maka di mana-mana di  daerah pengaruh kekuasaan Aceh terdapat wakil-wakil Aceh.46 Aceh menjalin hubungan yang baik dengan Turki dan negara-negara Islam lain di Indonesia, hal ini terbukti di mana ketika Aceh mengahadapi balatentara Portugis Aceh meminta bantuan Turki tersebut. Dalam membangun angkatan perangnya yang baik hal ini pun berkat bantuan Turki.

Kejayaan kerajaan Aceh pada puncaknya ketika diperintahkan oleh Iskandar Muda. Ia mampu menyatukan kembali wilayah yang telah memisahkan diri dari Aceh ke bawah kekuasaannya kembali. Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan Barat Sumatera. Dari Aceh tanah Gayo yang berbatasan di Islamkan, juga Minangkabau. Dimasa pemerintahannya, Sultan Iskandar muda tidak bergantung kepada Turki Usmani. Untuk mengalahkan Portugis, Sultan kemudian bekerjasama dengan musuh Portugis, yaitu Belanda dan Inggris. Setelah Iskandar Muda digantikan oleh penggantinya, Iskandar Tsani, bersikap lebih libeh, lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetap tatkala beberapa sultan perempuan menduduki singgasana  tahun 1641-1699, beberapa wilayah taklukannya lepas dan kesultanan menjadi terpecah belah. Pada abad 18 Aceh hanya sebagai kenangan masa silam dari bayngannya sendiri. Akhirnya kesultanan Aceh menjadi mundur.


3. Kerajaan Demak ( 918- 960 H/ 1512-1552 M)

Di Jawa Islam di sebarkan oleh para wali songo (wali sembilan), mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal pemerintahan dan politik, bahkan sering kali seorang raja seolah-olah baru sah seorang raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi wali songo. Para wali menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran Islam dan sekaligus menjadikannya sebagai kerajaan Islam yang menunjuk Raden Patah sebagai Rajanya. Kerajaan ini berlangsung kira-kira abad 15 dan abad 16 M. Di samping kerajaan Demak juga berdiri kerajaan-kerajaan Islam lainnya seperti Cirebon,Banten dan Mataram

Demak merupakan salah satu kerajaan yang bercorak Islam yang berkembang di pantai utara Pulau Jawa. Raja pertamanya adalah Raden Patah. Sebelum berkuasa penuh atas Demak, Demak masih menjadi daerah Majapahit. Baru Raden Patah berkuasa penuh setelah mengadakan  pemberontakan  yang dibantu oleh para ulama atas Majapahit. Dapat dikatakan bahwa pada  abad  16, Demak telah menguasai  seluruh Jawa. Setelah Raden Patah berkuasa kira-kira diakhir abad ke-15 hingga abad ke-16, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Pati Unus. Dan kemudian digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546 dan berhasil menguasai beberapa daerah.

Perkembangan dan kemajuan Islam di pulau Jawa ini bersamaan dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari wali Songo Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat. Kerajaan Demak menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat itu tidak dapat dipisahkan dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomi. Politiknya adalah untuk mematahkan kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan Portugis di Malaka
4. Kerajaan Banten (960-1096 H/1552-1684 M)

Banten merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah pedagang-pedagang India, Arab, persia, mulai menghindarai Malaka  yang sejak tahun 1511 telah dikuasai Portugis. Dilihat dari geografinya, Banten, pelabuhan yang penting dan ekonominya mempunyai letak yang strategis dalam penguasa Selat Sunda, yang menjadi uratnadi dalam pelayaran dan perdagangan melalui lautan Indoneia di bagian selatan dan barat Sumatera. Kepentingannya sangat dirasakan terutama waktu selat Malaka di bawah pengawasan politik Portugis di Malaka Sejak sebelum kedatangan Islam, ketika berada di bawah kekuasaan raja-raja  Sunda (dari Pajajaran), Banten sudah menjadi  kota yang berarti. Pada tahun 1524 Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam di sana.

Kerajaan Islam di Banten yang semula kedudukannya di Banten Girang dipindahkan ke kota Surosowan, di Banten lama dekat pantai. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir utara Jawa dengan pesisir Sumatera, melalui selat sunda dan samudra Indonesia. Situasi ini berkaitan dengan kondis politik di Asia Tenggara masa itu setelah malaka jatuh ke tangan Portugis, para pedagang yang segan berhubungan dengan Portugis mengalihkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda.

Tentang keberadaan Islam di Banten, Tom Pires menyebutkan, bahwa di daerah Cimanuk, kota pelabuhan dan batas kerajaan Sunda dengan Cirebon, banyak dijumpai orang Islam. Ini berarti pada akhir abad ke-15 M diwilayah kerajaan Sunda Hindu sudah ada masyarakat yang beragama Islam. Karena tertarik dengan budi pekerti dan ketinggian ilmunya, maka Bupati Banten menikahkan Syarif Hidayatullah dengan adik perempuannya yang bernama Nhay Kawunganten. Dari pernikahan ini Syaraif Hidayatullah dikaruniai dua anak yang diberi nama Ratu winaon dan Hasanuddin. Tidak lama kemudian, karena panggilan uwaknya, Cakrabuana, Syarif Hidayatullah berangkat ke Cirebon menggantikan umawknya yang sudah tua. Sedangkan tugas penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada anaknya yaitu Hasanuddin.

Hasanuddin sendiri menikahi puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan. Pada tahun 1568, disaat kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Hasanuddin memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia dianggap sebagai seorang raja Islam yang pertama di Bnaten. Banten sejak semula memang merupakan vassal dari Demak. Pada masa kekuasaan Maulana Hasanuddin, banyak kemajuan yang dicapai Banten dalam segala bidang kehidupan. Maulana Hasanuddin wafat pada tahun 1570 dan di makamkan di samping Masjid Agung. Untuk meneruskan kekuasaannya beliau digantikan oleh anaknya yaitu Maulana Yusuf.

Pada masa pemerintahan dijalankan oleh Maulana Yusuf, strategi pembangunan lebih dititikberatkan pada pengembangan kota, keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian. Di tahun 1579 Maulana Yusuf dapat menaklukan Pakuan, ibukota kerajaan Pajajaran yang belum Islam yang waktu itu masih menguasai  sebagian besar daerah pedalaman Jawa Barat. Maulana Yusuf meninggal dunia pada  tahun 1580, dan di makamkan di pakalangan Gede dekat kampung kasunyatan. Setelah meninggalnya Maulana Yusuf, pemerintahan selanjutnya di teruskan oleh anaknya yaitu Muhammad yang masih muda belia. Selama Maulana Muhamad masih di bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh qadhi.

Maulana Muhamad terkenal sebagai orang yang saleh. Untuk kepentingan penyebaran agama Islam ia banyak mengarang kitab-kitab agama yang kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya. Pada masa pemerintahannya Masjid Agung yang terletak di tepi alun-alun diperindahnya. Tembok masjid dilapisi  dengan porselen dan tiangnya dibuat dari kayu cendana. Untuk tempat solat perempuan dibuatkan tempat khusus yang disebut pawestren atau pawedonan. Maulana Muhamad meninggal tahun 1596 M, ketika sedang mengadakan penyerangan terhadap Palembang.

Pemerintahan Banten kemudian di pegang oleh anak Maulana Muhammad yang bernama Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdulkadir, dinobatkan pada usia 5 bulan. Dan untuk menjalankan roda pemerintahannya ditunjuk Mangkubumi Jayanagara sebagai walinya. Ia baru aktif memegang kekuasan pada tahun 1626. Pada tahun 1651 ia meninggal dunia, dan digantikan oleh cucunya  Sultan Abulfath. Pada masa pemerintahannya pernah terjadi beberapa kali peperangan  antara Banten dengn VOC, dan berakhir dengan perjanjian damai tahun 1659 M.74  
5. Kerajaan Goa (Makasar) (1078 H/1667 M)

Kerajaan yang bercorak Islam di Semenanjung Selatan Sulawesi adalah GoaTallo, kerajaan ini menerima Islam pada tahun 1605 M. Rajanya yang terkenal dengan nama Tumaparisi-Kallona yang berkuasa pada akhir  abad ke-15 dan permulaan abad ke-16. Ia adalah memerintah kerajaan dengan peraturan memungut cukai dan juga mengangkat kepala-kepala daerah.

 Kerajaan Goa-Tallo menjalin hubungan dengan Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri. Penguasa Ternate mengajak penguasa Goa-tallo untuk masuk agama Islam, namun gagal. Islam baru berhasil masuk di Goa-Tallo pada waktu datuk ri Bandang datang ke kerajaan Goa-Tallo. Sultan Alauddin adalah raja pertama yang memeluk agama Islam tahun 1605 M. Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi ke Bone tahun 1611, namun ekspansi itu menimbulkan permusuhan antara Goa  dan Bone. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Goa-Tallo berhasil, hal ini merupakan tradisi yang mengharuskan seorang raja untuk menyampaikan hal baik kepada yang lain. Seperti Luwu, Wajo, Sopeng, dan Bone. Luwu terlebih dahulu masuk Islam, sedangkan Wajo dan Bone harus melalui peperangan dulu. Raja Bone yang pertama masuk Islam adalah yang dikenal Sultan Adam. 
6. Kerajaan Maluku

Kerajaan Maluku terletak dibagian daerah Indonesia bagian Timur. Kedatangan Islam keindonesia bagian Timur yaitu ke Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalan perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran Internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Diceritakan bahwa pada abad ke-14 Raja ternate yang keduabelas, Molomateya, (1350-1357) bersahabat baik dengan orang Arab yang memberikan petunjuk bagaimana pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Manurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 Islam sudah datang di daerah Maluku. Pengislaman di daerah Maluku, di bawa oleh maulana Husayn. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Marhum di Ternate.

Raja pertama yang benar-benar muslim adalah Zayn Al- Abidin (1486-1500), Ia sendiri mendapat ajaran agama tersebut dari madrasah Giri. Zainal Abidin ketika di Jawa terkenal sebagai Raja Bulawa, artinya raja cengkeh, karena membawa cengkeh dari Maluku untuk persembahan. Sekembalinya dari jawa, Zainal abidin membawa mubaligh yang bernama Tuhubabahul. Yang mengantar raja Zainal Abidin ke Giri yang pertama adalah Jamilu dari Hitu. Hubungan Ternate, Hitu dengan Giri di Jawa Timur sangat erat.

Tentang masuknya Islam ke Maluku, Tome Pires mengatakan bahwa kapal-kapal dagang dari Gresik ialah milik Pate Cucuf. Raja ternate yang sudah memeluk Islam bernama Sultan Bem Acorala, dan hanyalah raja ternate yang disebut sultan sedang yang lainnya digelari raja. Dijelaskan bahwa ia sedang berperang dengan mertuanya yang menjadi raja Tidore yang bernama Raja Almancor. Di Banda, Hitu, Maluku dan Bacan sudah terdapat masyarakat Muslim. Di daerah Maluku itu raja yang mula-mula masuk Islam sebagaimana dijelaskan Tome Pires sejak kira-kira 50 tahun yang lalu, berarti antara 1460-1465. Tahun tersebut boleh dikatakan bersama dengan berita antonio Galvano yang mengatakan bahwa Islam di daerah ini di mulai 80 atau 90 tahun yang lalu yang kalau dihitung dari waktu Galvano di sana sekitar 1540-1545 menjadi 1460-1465.
Karena usia Islam masih muda di Ternate, Portugis yang sampai di sana tahun 1522 M, berharap dapat menggantikannya dengan agama Kristen. Harapan itu tidak terwujud. Usaha mereka hanya mendatangkan hasil yang sedikit.  Dalam proses Islamisasi di Maluku menghadapi persaingan politik dan monopoli perdagangan diantara orang-orang Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Persaingan diantara pedagang-pedagang ini pula menyebabkan persaingan diantara kerajaan-kerajaan Islam sendiri sehingga pada akhirnya daerah Maluku jatuh ke bawah kekuasaan politik dan ekonomi kompeni Belanda.

PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA



DIKTAT SEJARAH INDONESIA

KELAS X TINGKAT SMA KURIKULUM 2013 REVISI 2018

Disusun Oleh : Tomi Nugraha, S.Pd



KOMPETENSI DASAR :

3.7  Menganalisis berbagai teori tentang proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia.


A.    Proses Masuknya Islam di Indonesia

Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Proses masuknya Islam ke Indonesia memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa) yang datang ke Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di Indonesia. Tokohtokoh itu diantaranya, Marcopolo, Muhammad Ghor, Ibnu Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard Wainsted. Sedangkan sumber-sumber pendukung Masuknya Islam di Indonesia diantaranya adalah:


a. Berita dari Arab

Berita ini diketahui dari pedagang Arab yang melakukan aktivitas perdagangan dengan bangsa Indonesia. Pedagang Arab Telah datang ke Indonesia sejak masa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) yang menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah Indonesia bagian barat termasuk Selat Malaka pada waktu itu. Hubungan pedagang Arab dengan kerajaan Sriwijaya terbukti dengan adanya para pedagang Arab untuk kerajaan Sriwijaya dengan sebutan Zabak, Zabay atau Sribusa. Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syeh Muhammad Naquib Al-Attas dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah  Kebudayaan Melayu  dan mayoritas tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti Hamka dan Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka menuduh bahwa teori yang mengatakan Islam datang dari India adalah sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu tidak murni.

b. Berita Eopa

Berita ini datangnya dari Marcopolo tahun 1292 M. Ia adalah orang yang pertama kali menginjakan kakinya di Indonesia, ketika ia kembali dari cina menuju eropa melalui jalan laut. Ia dapat tugas dari kaisar Cina  untuk mengantarkan putrinya yang dipersembagkan kepada kaisar Romawi, dari perjalannya itu ia singgah di Sumatera bagian utara. Di daerah ini ia menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudera dengan ibukotanya Pasai. Diantara sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouch Hurgronye, W.F. Stutterheim,dan Bernard H.M. Vlekke
c. Berita India

Berita ini menyebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena disamping berdagang mereka aktif juga mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang terletak di daerah pesisisr pantai. Teori ini lahir selepas tahun 1883 M. Dibawa oleh C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, diantaranya adalah Dr. Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.
d. Berita Cina

Berita ini diketahui melalui catatan dari Ma Huan, seorang penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat tinggal di pantai  utara Pulai Jawa. T.W. Arnol pun mengatakan para  pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, ketika mereka mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijrah atau abad ke-7 dan ke-8 M. Dalam sumber-sumber Cina disebutkan bahwa pada abad ke-7 M seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera (disebut Ta’shih).



e. Sumber dalam Negeri

Terdapat sumber-sumber dari dalam negeri yang menerangkan berkembangnya pengaruh Islam di Indonesia. Yakni Penemuan sebuah batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu itu memuat tentang meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah Binti Maimun (1028). Kedua, Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara  yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 H atau tahun 1297 M. Ketiga, makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419 M. Mengenai masuknya Islam ke Indonesia, ada satu kajian yakni seminar ilmiah yang diselenggarakan pada tahun 1963 di kota Medan, yang menghasilkan hal-hal

sebagai berikut:

1.      Pertama kali Islam masuk ke Indonesia  pada abad 1 H/7 M, langsung dari negeri Arab.

2.      Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah pesisir sumatera Utara. Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam Pertama yaitu Aceh.

3.      Para dai yang pertama, mayoritas adalah para pedagang. Pada saaat itu dakwah disebarkan secara damai.



B. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia

Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat  umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:

a.  Saluran Perdagangan

Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya ialah melalui  perdagangan. Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi melalui perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara masyarakat Indonesia dan pedagang.

Dijelaskan di sini bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan itu dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: mulal-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan perkampungan. Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing itu disebut Pekojan.

b. Saluran Perkawinan

Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran Islamisasi yang paling memudahkan. Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian diantara dua individu. Kedua individu  yauitu suami istri membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti membentuk masyarakat muslim. Saluran Islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang atau saudagar dengan wanita pribumi juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan Islamisasi. Jalinan baik ini kadang diteruskan dengan perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah setelah mereka mempunyai kerturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim.

c. Saluran Tasawuf

Tasawuf merupakan salah satu saluran yang penting dalam proses Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan bukti-bukti yang jelas  pada tulisan-tulisan antara abad ke-13 dan ke-18 hal itu bertalian langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia. Dalam hal ini para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli tasawuf biasanya memiliki keahlian untuk Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19  bahkan di abad ke-20 ini.menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Jalur tasawuf, yaitu proses islamisasi dengan mengajarknan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai budaya bahkan ajaran agama yang ada  yaitu agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima.
d. Saluran Pendidikan

Para ulama, guru-guru  agama, raja berperan besar dalam proses Islamisasi, mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan  yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para santri. Pada umumnya di pondok pesantren ini diajarkan oleh guru-guru  agama, kyai-kyai, atau ulama-ulama. Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab-kitab, setelah keluar dari suatu pesantren itu maka akan kembali ke masing masing kampung atau desanya untuk menjadi tokoh keagamaan, menjadi kyai yang menyelenggarakan pesantren lagi. Semakin terkenal kyai yang mengajarkan semakin  terkenal pesantrennya, dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi.
e. Saluran Kesenian

Saluran Islamisasi melalui seni seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik dan seni sastra. Misalnya pada seni bangunan ini telihat pada masjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, Ternate dan sebagainya. Contoh lain dalam seni adalah dengan pertunjukan wayang, yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita  wayang itu disisipkan ajaran agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang masyarakat untuk melihat pertunjukan tersebut. Selanjutnya diadakan dakwah keagamaan Islam.
f. Saluran Politik

Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Sulawesi  Selatan dan Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.