DIKTAT
SEJARAH INDONESIA
KELAS
X TINGKAT SMAKURIKULUM 2013 REVISI 2018
Disusun Oleh : Tomi Nugraha, S.Pd
KOMPETENSI DASAR :
3.8
Menganalisis karakteristik kehidupan Masyarakat pemerintahan dan
kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan menunjukan
bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan Masyarakat Indonesia masa kini
A.
Perkembangan Islam di Indonesia Masa Kerajaan-Kerajaan
Islam dimulai di
wilayah ini lewat kehadiran Individu-individu dari Arab, atau dari penduduk asli sendiri yang telah memeluk
Islam. Dengan usaha mereka. Islam tersebar sedikit demi sedikit dan secara
perlahan-lahan. Langkah penyebaran islam mulai dilakukan secara besar-besaran
ketika dakwah telah memiliki orang-orang
yang khusus menyebarkan dakwah. Setelah fase itu kerajaan-kerajaan Islam
mulai terbentuk di kepulauan ini. Diantara kerajaan-kerajaan terpenting adalah
sebagai berikut:
1. Kerajaan Malaka
(803-917 H/1400-1511M)
Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara.
Sebutan ini diberikan mengingat peranannya sebagai jalan lalulintas bagi
pedagang-pedagang asing yang berhak masuk dan keluar pelabuahan-pelabuhan Indonesia.
Letak geografis Malaka sangat menguntungkan, yang menjadi jalan sialng anntara
AsiaTimur dan asia Barat. Dengan letak geografis yang demikian membuat Malaka
menjadi kerajaan yang berpengaruh atas daerahnya.Setelah Malaka menjadi
kerajaan Islam, para pedagang, mubaligh, dan guru sufi dari negeri Timur Tengah
dan India makin ramai mendatangi kota bandar Malaka. Dari bandar ini, Islam di
bawa ke pattani dan tempat lainnya di semenanjung seperti Pahang, Johor dan
perlak.
Kerajaan Malaka
menjalin hubungan baik dengan Jawa, mengingat bahwa Malaka memerlukan bahan-bahan pangan dari Jawa. Di mana hal ini
untuk memenuhi kebutuhan kerajaannya sendiri. Persediaan dalam bidang pangan
dan rempah-rempah harus selalu cukup untuk melayani semua pedagang-pedagang. Begitu
pula pedangan-pedagang Jawa juga membawa rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.
Selain dengan Jawa,
Malaka juga menjalin hubungan dengan Pasai. Pedagang-pedangan Pasai membawa
lada ke pasaran Malaka. Dengan kedatangan- pedagang Jawa dan Pasai, maka
perdagangan di Malaka menjadi ramai dan lebih berarti bagi para pedagang Cina.
Selain dalam bidang ekonomi, Malaka juga maju dalam bidang keagamaan. Banyak
alim ulama datang dan ikut mengembangkan agama Islam di kota ini. Penguasa Malaka dengan sendirinya sangat besar hati. Meskipun
penguasa belum memeluk agama Islam namun pada abad ke-15 mereka telah
mengizinkan agama Islam berkembang di Malaka. Penganut-penganut agama Islam
diberi hak-hak istimewa bahkan penguasa membuatkan bangunan masjid.
Kesultanan Malaka
mempunyai pengaruh di daerah Sumatera dan sekitarnya, dengan mempengaruhi
daerah-daerah tersebut untuk masuk Islam seperti: Rokan Kampar, India Giri dan
Siak. Dan kesultanan Malaka merupakan pusat perdagangan internasional antara
Barat dan Timur, pelabuhan transit. Maka dengan didudukinya Kesultanan Malaka
oleh Portugis tahun 1511, maka kerajaan di Nusantara menjadi tumbuh dan
berkembang karena jalur Selat Malaka tidak digunakan lagi oleh pedagang Muslim
sebab telah diduduki oleh Portugis.
Dengan demikian
tidaklah akan dicapai kemajuan oleh kerajaan Malaka jika kerajaan itu tidak
mempunyai peraturan-peraturan tertentu, yang memberi jaminan lumayan kepada
keamanan perdagangan. Seperti contohnya aturan bea cukai, aturan tentang
kesatuan ukuran, sistem pemakaian uang logam dan sebagainya. Di samping aturan
yang diterapkan juga sistem pemerintahannya sangat baik dan teratur.
2. Kerajaan Aceh
(920-1322 H/1514-1904 M)
Pada abad ke-16, Aceh
mulai memegang peranan penting dibagin utara pulau Sumatra.39 Pengaruh Aceh ini
meluas dari Barus di sebelah utara hingga sebelah selatan di daerah Indrapura.
Indrapura sebelum di bawah pengaruh Aceh, yang tadinya merupakan daerah
pengaruh Minangkabau. Yang menjadi pendiri kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim
(1514-1528), ia berhasil melepaskan Aceh dari Pidie.
Aceh menerima Islam dari
Pasai yang kini menjadi bagian wiliyah Aceh dan pergantian agama diperkiraan
terjadi mendekati pertengahan abad ke-14. Kerajaan Aceh yang letaknya di daerah
yang sekarang dikenal dengan Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu
kotanya. Aceh mengalami kemajuan ketika saudagar-saudagar Muslim
yang sebelumnya dagang di Malaka kemudian memindahkan perdagangannya ke
Aceh, ketika Portugis menguasai Malaka
tahun 1511. Ketika Malaka di kuasa Portugis tahun 1511, maka daerah pengaruhnya
yang terdapat di Sumatera mulai melepaskan diri dari Malaka. Hal ini sangat
menguntungkan kerajaan Aceh yang mulai berkembang. Di bawah kekuasaan Ibrahim,
kerajaaan Aceh mulai melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah sekitarnya.
Operasi-operasi militer diadakan tidak saja dengan tujuan agama dan politik,
akan tetapi juga dengan tujuan ekonomi.
Kebesaran kerajaan Aceh
ketika diperintah oleh Alauddin Riayat Syah. Kekuasaannya sampai ke wilayah
Barus. Dua putra Alauddin Riayat Syah kemudian diangkat menjadi Sultan Aru dan
sultan Parlaman dengan nama resmi Sultan Ghori dan Sultan Mughal. Dalam menjaga
keutuhan kerajaan Aceh, maka di mana-mana di
daerah pengaruh kekuasaan Aceh terdapat wakil-wakil Aceh.46 Aceh
menjalin hubungan yang baik dengan Turki dan negara-negara Islam lain di
Indonesia, hal ini terbukti di mana ketika Aceh mengahadapi balatentara
Portugis Aceh meminta bantuan Turki tersebut. Dalam membangun angkatan
perangnya yang baik hal ini pun berkat bantuan Turki.
Kejayaan kerajaan Aceh
pada puncaknya ketika diperintahkan oleh Iskandar Muda. Ia mampu menyatukan
kembali wilayah yang telah memisahkan diri dari Aceh ke bawah kekuasaannya
kembali. Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan
Barat Sumatera. Dari Aceh tanah Gayo yang berbatasan di Islamkan, juga
Minangkabau. Dimasa pemerintahannya, Sultan Iskandar muda tidak bergantung
kepada Turki Usmani. Untuk mengalahkan Portugis, Sultan kemudian bekerjasama
dengan musuh Portugis, yaitu Belanda dan Inggris. Setelah Iskandar Muda
digantikan oleh penggantinya, Iskandar Tsani, bersikap lebih libeh, lembut dan
adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun.
Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetap tatkala beberapa sultan
perempuan menduduki singgasana tahun
1641-1699, beberapa wilayah taklukannya lepas dan kesultanan menjadi terpecah
belah. Pada abad 18 Aceh hanya sebagai kenangan masa silam dari bayngannya
sendiri. Akhirnya kesultanan Aceh menjadi mundur.
3. Kerajaan Demak (
918- 960 H/ 1512-1552 M)
Di Jawa Islam di
sebarkan oleh para wali songo (wali sembilan), mereka tidak hanya berkuasa dalam
lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal pemerintahan dan politik, bahkan
sering kali seorang raja seolah-olah baru sah seorang raja kalau ia sudah diakui
dan diberkahi wali songo. Para wali menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran
Islam dan sekaligus menjadikannya sebagai kerajaan Islam yang menunjuk Raden
Patah sebagai Rajanya. Kerajaan ini berlangsung kira-kira abad 15 dan abad 16
M. Di samping kerajaan Demak juga berdiri kerajaan-kerajaan Islam lainnya
seperti Cirebon,Banten dan Mataram
Demak merupakan salah
satu kerajaan yang bercorak Islam yang berkembang di pantai utara Pulau Jawa.
Raja pertamanya adalah Raden Patah. Sebelum berkuasa penuh atas Demak, Demak
masih menjadi daerah Majapahit. Baru Raden Patah berkuasa penuh setelah mengadakan pemberontakan
yang dibantu oleh para ulama atas Majapahit. Dapat dikatakan bahwa
pada abad 16, Demak telah menguasai seluruh Jawa. Setelah Raden Patah berkuasa
kira-kira diakhir abad ke-15 hingga abad ke-16, ia digantikan oleh anaknya yang
bernama Pati Unus. Dan kemudian digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh
Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada
tahun 1524-1546 dan berhasil menguasai beberapa daerah.
Perkembangan dan
kemajuan Islam di pulau Jawa ini bersamaan dengan melemahnya posisi raja
Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk
membangun pusat-pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan
spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari wali Songo Demak
akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat. Kerajaan Demak
menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat itu tidak dapat dipisahkan
dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomi. Politiknya adalah untuk mematahkan
kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan Portugis di
Malaka
4. Kerajaan Banten (960-1096 H/1552-1684 M)
Banten merupakan
kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah pedagang-pedagang
India, Arab, persia, mulai menghindarai Malaka
yang sejak tahun 1511 telah dikuasai Portugis. Dilihat dari geografinya,
Banten, pelabuhan yang penting dan ekonominya mempunyai letak yang strategis
dalam penguasa Selat Sunda, yang menjadi uratnadi dalam pelayaran dan
perdagangan melalui lautan Indoneia di bagian selatan dan barat Sumatera. Kepentingannya
sangat dirasakan terutama waktu selat Malaka di bawah pengawasan politik
Portugis di Malaka Sejak sebelum kedatangan Islam, ketika berada di bawah kekuasaan
raja-raja Sunda (dari Pajajaran), Banten
sudah menjadi kota yang berarti. Pada
tahun 1524 Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakan dasar bagi pengembangan
agama dan kerajaan Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam di sana.
Kerajaan Islam di
Banten yang semula kedudukannya di Banten Girang dipindahkan ke kota Surosowan,
di Banten lama dekat pantai. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan
ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir utara Jawa dengan
pesisir Sumatera, melalui selat sunda dan samudra Indonesia. Situasi ini
berkaitan dengan kondis politik di Asia Tenggara masa itu setelah malaka jatuh
ke tangan Portugis, para pedagang yang segan berhubungan dengan Portugis
mengalihkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda.
Tentang keberadaan
Islam di Banten, Tom Pires menyebutkan, bahwa di daerah Cimanuk, kota pelabuhan
dan batas kerajaan Sunda dengan Cirebon, banyak dijumpai orang Islam. Ini
berarti pada akhir abad ke-15 M diwilayah kerajaan Sunda Hindu sudah ada
masyarakat yang beragama Islam. Karena tertarik dengan budi pekerti dan
ketinggian ilmunya, maka Bupati Banten menikahkan Syarif Hidayatullah dengan
adik perempuannya yang bernama Nhay Kawunganten. Dari pernikahan ini Syaraif
Hidayatullah dikaruniai dua anak yang diberi nama Ratu winaon dan Hasanuddin.
Tidak lama kemudian, karena panggilan uwaknya, Cakrabuana, Syarif Hidayatullah
berangkat ke Cirebon menggantikan umawknya yang sudah tua. Sedangkan tugas
penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada anaknya yaitu Hasanuddin.
Hasanuddin sendiri
menikahi puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. ia
meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung
dan sekitarnya di Sumatera Selatan. Pada tahun 1568, disaat kekuasaan Demak
beralih ke Pajang, Hasanuddin memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi
ia dianggap sebagai seorang raja Islam yang pertama di Bnaten. Banten sejak
semula memang merupakan vassal dari Demak. Pada masa kekuasaan Maulana
Hasanuddin, banyak kemajuan yang dicapai Banten dalam segala bidang kehidupan.
Maulana Hasanuddin wafat pada tahun 1570 dan di makamkan di samping Masjid
Agung. Untuk meneruskan kekuasaannya beliau digantikan oleh anaknya yaitu
Maulana Yusuf.
Pada masa pemerintahan
dijalankan oleh Maulana Yusuf, strategi pembangunan lebih dititikberatkan pada
pengembangan kota, keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian. Di tahun 1579
Maulana Yusuf dapat menaklukan Pakuan, ibukota kerajaan Pajajaran yang belum
Islam yang waktu itu masih menguasai sebagian
besar daerah pedalaman Jawa Barat. Maulana Yusuf meninggal dunia pada tahun 1580, dan di makamkan di pakalangan
Gede dekat kampung kasunyatan. Setelah meninggalnya Maulana Yusuf, pemerintahan
selanjutnya di teruskan oleh anaknya yaitu Muhammad yang masih muda belia.
Selama Maulana Muhamad masih di bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang
oleh qadhi.
Maulana Muhamad
terkenal sebagai orang yang saleh. Untuk kepentingan penyebaran agama Islam ia
banyak mengarang kitab-kitab agama yang kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya.
Pada masa pemerintahannya Masjid Agung yang terletak di tepi alun-alun
diperindahnya. Tembok masjid dilapisi
dengan porselen dan tiangnya dibuat dari kayu cendana. Untuk tempat
solat perempuan dibuatkan tempat khusus yang disebut pawestren atau pawedonan. Maulana
Muhamad meninggal tahun 1596 M, ketika sedang mengadakan penyerangan terhadap
Palembang.
Pemerintahan Banten
kemudian di pegang oleh anak Maulana Muhammad yang bernama Sultan Abdul Mufakir
Mahmud Abdulkadir, dinobatkan pada usia 5 bulan. Dan untuk menjalankan roda
pemerintahannya ditunjuk Mangkubumi Jayanagara sebagai walinya. Ia baru aktif
memegang kekuasan pada tahun 1626. Pada tahun 1651 ia meninggal dunia, dan
digantikan oleh cucunya Sultan Abulfath.
Pada masa pemerintahannya pernah terjadi beberapa kali peperangan antara Banten dengn VOC, dan berakhir dengan
perjanjian damai tahun 1659 M.74
5. Kerajaan Goa
(Makasar) (1078 H/1667 M)
Kerajaan yang bercorak
Islam di Semenanjung Selatan Sulawesi adalah GoaTallo, kerajaan ini menerima
Islam pada tahun 1605 M. Rajanya yang terkenal dengan nama Tumaparisi-Kallona
yang berkuasa pada akhir abad ke-15 dan permulaan
abad ke-16. Ia adalah memerintah kerajaan dengan peraturan memungut cukai dan
juga mengangkat kepala-kepala daerah.
Kerajaan Goa-Tallo menjalin hubungan dengan
Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri. Penguasa Ternate mengajak
penguasa Goa-tallo untuk masuk agama Islam, namun gagal. Islam baru berhasil
masuk di Goa-Tallo pada waktu datuk ri Bandang datang ke kerajaan Goa-Tallo.
Sultan Alauddin adalah raja pertama yang memeluk agama Islam tahun 1605 M. Kerajaan
Goa-Tallo mengadakan ekspansi ke Bone tahun 1611, namun ekspansi itu
menimbulkan permusuhan antara Goa dan
Bone. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Goa-Tallo berhasil, hal ini
merupakan tradisi yang mengharuskan seorang raja untuk menyampaikan hal baik
kepada yang lain. Seperti Luwu, Wajo, Sopeng, dan Bone. Luwu terlebih dahulu
masuk Islam, sedangkan Wajo dan Bone harus melalui peperangan dulu. Raja Bone
yang pertama masuk Islam adalah yang dikenal Sultan Adam.
6. Kerajaan Maluku
Kerajaan Maluku
terletak dibagian daerah Indonesia bagian Timur. Kedatangan Islam keindonesia
bagian Timur yaitu ke Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalan perdagangan
yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran Internasional di Malaka,
Jawa dan Maluku. Diceritakan bahwa pada abad ke-14 Raja ternate yang
keduabelas, Molomateya, (1350-1357) bersahabat baik dengan orang Arab yang
memberikan petunjuk bagaimana pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam
kepercayaan. Manurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 Islam sudah datang di
daerah Maluku. Pengislaman di daerah Maluku, di bawa oleh maulana Husayn. Hal
ini terjadi pada masa pemerintahan Marhum di Ternate.
Raja pertama yang
benar-benar muslim adalah Zayn Al- Abidin (1486-1500), Ia sendiri mendapat
ajaran agama tersebut dari madrasah Giri. Zainal Abidin ketika di Jawa terkenal
sebagai Raja Bulawa, artinya raja cengkeh, karena membawa cengkeh dari Maluku untuk
persembahan. Sekembalinya dari jawa, Zainal abidin membawa mubaligh yang
bernama Tuhubabahul. Yang mengantar raja Zainal Abidin ke Giri yang pertama
adalah Jamilu dari Hitu. Hubungan Ternate, Hitu dengan Giri di Jawa Timur
sangat erat.
Tentang masuknya Islam
ke Maluku, Tome Pires mengatakan bahwa kapal-kapal dagang dari Gresik ialah
milik Pate Cucuf. Raja ternate yang sudah memeluk Islam bernama Sultan Bem
Acorala, dan hanyalah raja ternate yang disebut sultan sedang yang lainnya
digelari raja. Dijelaskan bahwa ia sedang berperang dengan mertuanya yang
menjadi raja Tidore yang bernama Raja Almancor. Di Banda, Hitu, Maluku dan
Bacan sudah terdapat masyarakat Muslim. Di daerah Maluku itu raja yang
mula-mula masuk Islam sebagaimana dijelaskan Tome Pires sejak kira-kira 50
tahun yang lalu, berarti antara 1460-1465. Tahun tersebut boleh dikatakan
bersama dengan berita antonio Galvano yang mengatakan bahwa Islam di daerah ini
di mulai 80 atau 90 tahun yang lalu yang kalau dihitung dari waktu Galvano di
sana sekitar 1540-1545 menjadi 1460-1465.
Karena usia Islam masih
muda di Ternate, Portugis yang sampai di sana tahun 1522 M, berharap dapat
menggantikannya dengan agama Kristen. Harapan itu tidak terwujud. Usaha mereka
hanya mendatangkan hasil yang sedikit.
Dalam proses Islamisasi di Maluku menghadapi persaingan politik dan
monopoli perdagangan diantara orang-orang Portugis, Spanyol, Belanda dan
Inggris. Persaingan diantara pedagang-pedagang ini pula menyebabkan persaingan
diantara kerajaan-kerajaan Islam sendiri sehingga pada akhirnya daerah Maluku
jatuh ke bawah kekuasaan politik dan ekonomi kompeni Belanda.