PERJUANGAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Masa Kemerdekaan dan Perjuangan untuk Mempertahankan Kemerdekaan dimulai dari tahun 1945-1949, diwarnai dengan pengisian perlengkapan sebagai negara merdeka dan perjuangan bersenjata serta berbagai diplomasi antara bangsa Indonesia dengan pihak Belanda. Diplomasi itu direalisasikan dalam perjanjianperjanjian.
Masa Kemerdekaan dan Perjuangan untuk Mempertahankan Kemerdekaan dimulai dari tahun 1945-1949, diwarnai dengan pengisian perlengkapan sebagai negara merdeka dan perjuangan bersenjata serta berbagai diplomasi antara bangsa Indonesia dengan pihak Belanda. Diplomasi itu direalisasikan dalam perjanjianperjanjian.
1. Masa Indonesia Merdeka
Sehari
setelah proklamasi, 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang pertama. Sidang
tersebut berhasil mengesahkan UUD serta menunjuk Ir. Soekarno sebagai Presiden
Republik Indonesia dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Dalam sidang
berikutnya berhasil dibentuk berbagai kementrian dan pembagian wilayah
Indonesia menjadi delapan (8) provinsi. Selanjutnya dibentuk juga Komite
Nasional, Partai Nasional dan Badan Keamanan Rakyat. Sedikit demi sedikit
aparat pemerintahan semakin lengkap. Sehingga roda pemerintahan pun mulai
berjalan.
2. Perundingan Indonesia - Belanda
Pada pertengahan September 1945 rombongan
pertama pasukan Sekutu mulai mendarat. Mereka merupakan bagian dari South East
Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Mountbatten. Untuk
Indonesia SEAC membentuk Allieu Force Netherlands East Indies (AFNEI)
yang terdiri atas pasukan Inggris yang mendarat di Jawa dan Sumatera serta
pasukan Australia yang mendarat di luar Jawa dan Sumatra. Pasukan ini bertugas
melucuti dan memulangkan tentara Jepang serta membebaskan tawanan perang. Kedatangan
tentara Inggris itu diboncengi oleh NICA (Belanda).
Keadaan ini sudah diduga oleh para pemimpin
Indonesia. Itulah sebabnya pemerintah RI pada tanggal 5 Oktober 1945 memutuskan
untuk membentuk suatu tentara dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selain
itu pemerintah mengeluarkan maklumat bahwa RI akan menanggung semua hutang-hutang
Nederland Indies. Dengan maklumat ini pemerintah ingin menunjukkan pada dunia
luar bahwa RI bukanlah negara yang masih tunduk pada Jepang, tetapi RI mengakui
tata cara negara-negara demokrasi barat. Sebagai realisasi dari maklumat ini
maka didirikan sejumlah partai dan dibentuk satu kabinet yang dipimpin oleh
Perdana Menteri Syahrir. Tugas kabinet ini adalah menjalankan
perundingan-perundingan dengan pihak Belanda, sebagai berikut :
a. Perundingan di Linggarjati pada tahun 1946
Dalam perundingan
Indonesia mengusulkan bahwa pada dasarnya RI adalah negara yang berdaulat penuh
atas bekas wilayah Nederland Indie. Karena itu Belanda harus menarik mundur
tentaranya dari Indonesia. Mengenai modal asing pemerintah Republik Indonesia
tetap akan menjamin. Keinginan Belanda lewat tentara Sekutu dinyatakan oleh Van
Mook pada ntanggal 19 Januari 1946. Kehadirannya adalah bermaksud menciptakan negara
persemakmuran (commenwealth). Anggotanya adalah kerajaan Belanda,
Suriname, Curocao dan Indonesia. Urusan ke luar commenwealthn tu
dipegang oleh kerajaan Belanda sedangkan urusan ke dalam dipegang oleh
masing-masing negara.
Perundingan
yang dilakukan di Linggarjati dikeluarkan hasilnya pada tanggal 15 November
1946. Belanda dan Republik Indonesia Serikat berada dalam suatu Uni
Indonesia-Belanda. Persetujuan gencatan senjata juga ditandatangani oleh pihak
militer tanggal 12 Februari 1947. Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda tiba-tiba melancarkan
Agresi militer I dan berhasil menerobos pertahanan RI. Tentara Republik
Indonesia bertahan
dengan melancarkan perang
gerilya.
b. Perundingan
Renville pada tahun 1947
Amerika
Serikat kemudian mengusulkan pada Dewan Keamanan untuk membentuk suatu komisi
yang mengawasi pelaksanaan gencatan senjata. Komisi yang terdiri atas Dr. Frank
Graham (AS), Richard Kirby (Australia) dan Paul Vanzeelant (Belgia), di Indonesia
dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi yang mulai bekerja pada
bulan Oktober 1947 itu membuka kembali perundingan-perundingan politik antara
Indonesia dan
Belanda. Perundingan
dilakukan di atas kapal USS Renville pada tanggal 8 Desember 1947. Pihak
Indonesia dalam perundingan ini dipimpin oleh Amir Syarifuddin. Hasil perundingan ini KTN berpendapat bahwa
perjanjian Linggarjati harus dijadikan landasan perundingan politik. Pihak
Belanda menanggapi usul KTN dengan usul 12 prinsip politik yang pada dasarnya
tidak menginginkan adanya Republik Indonesia.
Pihak
RI bahkan hanya berhasil mengatasi keadaan dengan mengajukan 6 prinsip politik
tambahan. Utusan RI menerima usul ini, karena ketentuannya adalah diadakan
plebisit di Indonesia untuk menentukan apakah daerah-daerah bersedia atau tidak
bergabung dengan RI. Pihak Belanda pun menerima. Sementara itu muncul masalah-masalah
di dalam negeri, khususnya intimidasi dari Belanda, yaitu pembentukan
negara-negara boneka.
c. Perundingan Renville pada tahun 1949
Pada
bulan April 1959 perundingan dimulai antara delegasi Indonesia yang dipimpin
oleh Mr. Mohammad Roem dan Dr. J. H. Van Royen dari pihak Belanda. Pertemuan di
Hotel Des Indes (kini Duta Merlin) itu diawasi dan dipimpin Marle Cochran,
wakil dari Amerika Serikat dalam komisi PBB
(UNCI : United Nations Commision of Indonesia). Dalam perundingan ini pihak
Indonesia menuntut agar Presiden dan Wakil Presiden dikembalikan ke Yogyakarta
dan agar Belanda mengakui RI. Perundingan berjalan sangat lamban, sehingga Drs.
Hatta didatangkan dari Bangka untuk langsung berunding dengan Dr. Van Royen.
Dengan demikian pada bulan Mei 1949 dicapai persetujuan Roem-Royen dan
pemerintah Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, setelah cara-cara pengosongan
Yogyakarta oleh tentara Belanda disepakati.
d.
Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949
Konferensi
Meja Bundar dimulai di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949 dan berakhir pada
tanggal 2 November 1949. Hasilnya direalisasikan oleh KNIP pada tanggal 14
Desember 1949. Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan Pemilihan Presiden RIS
dan pada keesokan harinya Soekarno disahkan sebagai Presiden RIS. Pada tanggal
20 Desember 1949 kabinet RIS dibentuk dan dipimpin Drs. Mohammad Hatta,
kemudian pada tanggal 23 Desember 1949 pimpinan kabinet RIS bertolak ke Den
Haag untuk menandatangani pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949.
3. Kembali ke Negara Kesatuan
Negara
Republik Indonesia Serikat adalah negara yang terdiri atas negara- negara bagian. Negara RIS ini terbentuk sebagai tidak lanjut dari
hasil
Konferensi
Meja Bundar (KMB) tanggal 2 November 1949 di Den Haag. RIS terdiri atas 16 negara
bagian, yaitu: Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa
Timur, Negara Madura,
Negara Jawa
Tengah, Negara Sumatera Selatan, Negara Sumatera Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Bangka Belitung dan
Riau.
Ir.
Soekarno diangkat sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai perdana menteri.
Kabinet pun dibentuk dengan anggota-anggota antara lain Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Mr. Wilopo, Prof. Dr. Supomo, dr. Leimena, Arnold Monomutu,
Ir. Hertinglaoh, Sultan Hamid II dan Ide Anak Agung Gde Agung. Kabinet ini
merupakan Zaken Kabinet (yang mengutamakan keahlian dari anggota-anggotanya).
Ternyata sebagian besar dari anggota kabinet ini adalah pendukung unitarisme
(kesatuan). Karena itu tidak beberapa lama setelah RIS berdiri, gerakan-gerakan
untuk membubarkan negara federal dan membentuk negara kesatuan telah ada.
Setelah ditandatanganinya Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS dan
pemerintah RI tanggal 19 Mei 1950, pembentukan Negara Kesatuan direalisasi.
Kemudian dibentuk Panitia Gabungan RIS – RI yang bertugas merancang UUD Negara
Kesatuan yang diselesaikan pada 20 Juli 1950. Rancangan UUD ini ditandatangani
oleh Presiden Soekarno 15 Agustus 1950 yang kemudian dikenal sebagai
Undang-Undang Dasar Sementara RI 1950 (UUDS 1950).
Aku siapa?
ReplyDelete