Saturday, September 21, 2019

Pangeran dalam Republik


Nama        : Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Nama kecil  : Gusti Raden Mas Dorojatun
TTL          : Ngayogyakarta Hadiningrat, 12 April 1912
Ayah         : Sri Sultan Hamengku Buwono VIII
Ibu            : Raden Ajeng Kustilah (Kanjeng Ratu Alit)
Agama      : Islam
Wafat        : Washington DC, 2 Oktober 1988







Nama Sri Sultan Hamengkubuwono tentu saja tak terasa asing di telinga. Aura kebangsawaan mengalir kuat dalam gelar bagi Raja-Raja Kasultnan Yogyakarta ini. Namun, nama Sri Sultan Hamengkubuwono ke-9 agaknya berbeda dari yang lainnya. Beliau, dengan segala kepiawaiannya, rela ikut serta dalam membangun pondasi bangsa. Beliau adalah sosok Pangeran dalam Republik.
Gusti Raden Mas Dorojatun, demikian nama yang disandang beliau ketika kecil. Dilahirkan pada tanggal 12 April 1912, beliau adalah anak kesembilan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dari istri kelimanya, Raden Ajeng Kustilah atau Kanjeng Ratu Alit.
Pada 18 Maret 1940, beliau dinobatkan sebagai putra mahkota. Di hari pelantikan tersebut beliau berpidato dan mengeluarkan kalimat yang dikenang oleh semua orang hingga saat ini, “Saya memang berpendidikan barat, tapi pertama-tama saya tetap orang Jawa”.
Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Sri Sultan Hamengkubuwono IX segera mengambil sikap dengan mengirim telegram ucapan selamat kepada para proklamator. Dua minggu setelahnya, tepatnya tanggal 5 September 1945, beliau bersama Paku Alam VIII, mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa daerah Yogyakarta adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia.
Peran Sri Sultan Hamengkubuwono IX terhadap bangsa juga ditunjukkan melalui dukungan finansial. Selama pemerintahan republik berada di Yogyakarta, segala urusan pendanaan diambil dari kas keraton.  Sri Sultan Hamengkubuwono IX sendiri tidak pernah mengingat-ingat berapa jumlah yang sudah dikeluarkan. Bagi beliau hal ini sudah merupakan bagian dari perjuangan. Bahkan beliau memberi amanat kepada penerusnya untuk tidak menghitung-hitung apalagi meminta kembali harta keraton yang diberikan untuk republik tersebut.
Sejarah mencatat bahwa perjuangan Indonesia menuju bentuknya saat ini  mengalami fase pasang surut. Di ujung berakhirnya era Orde Lama, ketika Soeharto mengambil alih kendali pemerintahan, kepercayaan negara-negara dunia kepada Indonesia sedang berada di titik terendah. Di saat seperti ini, Sri Sultan Hamengku Buwono IX pun menyingsingkan lengan bajunya, keliling dunia untuk meyakinkan para pemimpin negara-negara tetangga bahwa Indonesia masih ada, dan beliau tetap bagian dari negara itu. Dengan demikian kepercayaan internasional pelan-pelan dapat dipulihkan kembali. 
Seiring perjalanan Republik Indonesia sebagai negara, Sri Sultan Hamengkubuwono IX telah mengabdikan diri dalam berbagai posisi. Selain menjadi pejuang pejuang kemerdekaan, Sri Sultan Hamengkubuwono IX tercatat sebagai Menteri Negara dari era Kabinet Syahrir hingga Kabinet Hatta I (1946 – 1949). Di masa kabinet Hatta II hingga masa RIS (1949 - 1950) beliau menjabat Menteri Pertahanan. Dan menjadi Wakil Perdana Menteri di era Kabinet Natsir (1950  -1951).  Beliau masih terus menjabat berbagai jabatan di tiap periode hingga pada tahun 1973 menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang kedua. Jabatan tersebut diemban sampai pada tanggal 23 Maret 1978, ketika beliau menyatakan mengundurkan diri. 
Tepat tanggal 2 Oktober 1988 malam, ketika beliau berkunjung ke Amerika, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menghembuskan nafas terakhirnya di George Washington University Medical Center. Beliau kemudian dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-raja di Imogiri, sdiiringi oleh lautan massa yang ikut berduka. Pada saat itu, pohon beringin Kyai Wijayandaru di Alun-alun Utara, mendadak roboh, seakan pertanda duka yang mendalam.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX merupakan sosok pemimpin yang kharismatik. Beliau adalah sosok yang tenang, rendah hati, dan bebas dari ego duniawi. Sikapnya dalam memimpin rakyat serta ikut andil dalam membangun Indonesia menunjukkan bahwa beliau adalah sosok yang adil, rela berkorban, dan totalitas dalam menjalankan tugasnya. Teladan dan semangat nasionalis, cinta demokrasi, menghargai budaya, dan keberpihakan terhadap masyarakat kecil adalah contoh yang mesti dihidupi oleh generasi muda dewasa ini.
Dengan banyaknya sumbangsih yang beliau berikan bagi bangsa dan negara, sosok Sri Sultan Hamengkubuwono IX dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Megwati Soekarnopoetri di tahun 1990. Beliau juga ditetapkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia berkat perannya dalam Gerakan Pramuka Indonesia.
Berbagai cara dilakukan untuk mengingatnya. Diantaranya sosoknya  diabadikan dalam uang pecahan Rp. 10.000 emisi 1992. Sayangnya, uang ini sudah berhenti dicetak pada tahun 1998. Beliau pun dibuatkan patung di Bangsal Kesatriyan Keraton Yogyakarta. Selain itu, namanya juga diabadikan menjadi nama jalan di berbagai daerah di Nusantara, diantaranya di Jakarta Utara, dan Tulangbawang barat, Lampung



Tanggapan Kami
Sri Sultan Hamengkubuwono IX merupakan sosok pemimpin yang dapat diteladani bagi kita. Sikapnya dalam memimpin rakyat serta ikut andil dalam membangun Indonesia menunjukkan bahwa beliau adalah sosok yang adil, rela berkorban, dan totalitas dalam menjalankan tugasnya. Ia memiliki sikap semangat nasionalis, cinta demokrasi, menghargai budaya, dan keberpihakan terhadap masyarakat kecil adalah contoh yang mesti dihidupi oleh generasi muda, para pemimpin  di masa depan.
Perjuangan Sultan HB IX juga mendapat apresiasi yang sangat tinggi dari pemerintah. Memang sepantasnya begitu, mengingat banyaknya sumbangsih yang beliau berikan bagi bangsa.


Artikel ini disusun oleh :


Kelompok 4
Yohanes Canon, Ilyasa Adam, Akbar Riza, Rania Khayru H,

15 comments: